Bakal Turunkan Premi, Skema Co
Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, menilai bahwa penerapan skema co-paymentdi asuransi kesehatan tidak akan merugikan masyarakat. Hal ini karena ketentuan tersebut akan mengarah pada penurunan premi karena selama ini banyak klaim yang berlebihan atau “overutilitas”.
Seperti diketahui, baru-baru ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan aturan baru untuk produk asuransi melalui Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025 yang akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2026.
Salah satu poin utama dalam aturan tersebut adalah penerapan skema co-payment, yaitu pembagian risiko pembiayaan layanan kesehatan antara perusahaan asuransi dan nasabah. Melalui skema ini, Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta diwajibkan menanggung sebagian biaya klaim rawat jalan maupun rawat inap.
Baca Juga: OJK Terbitkan Aturan Baru Asuransi Kesehatan, Wajibkan Co-Payment Minimal 10 Persen
Co-paymentyang ditetapkan sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim, dengan batas maksimum Rp300.000 untuk klaim rawat jalan dan Rp3.000.000 untuk klaim rawat inap. Obyek pengaturan dalam SEOJK 7/2025 tidak berlaku untuk skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dan ditujukan hanya untuk produk asuransi kesehatan komersial.
"Tidak merugikan sepanjang perusahaan asuransi menunjukkan komitmen pelayanan klaim yang lebih baik dan upaya penurunan premi sebagai kompensasi atas berlakunya tanggungan sendiri atau co-payment,” kata Irvan kepada wartawan di Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Menurutnya, skema co-paymentini bisa membantu meminimalisir potensi penyalahgunaan atau fraudsaat pengajuan klaim. Ia bilang, potensi moral hazarddan fraudyang bisa berasal dari berbagai pihak, termasuk perusahaan asuransi, rumah sakit, dokter, hingga pasien, saat ini sangatlah tinggi.
“Ini akan mengurangi over utilizationyakni penggunaan diagnosis medis dan pengobatan yang berlebihan dengan dalih mumpung ada asuransi,” pungkasnya.
Selain itu, ia menilai mekanisme co-paymentini juga tidak akan menurunkan minat masyarakat di tengah situasi biaya inflasi medis yang terjadi. “karena kenaikan inflasi medis lebih tinggi dari tanggungan sendiri klaim dan BPJS bukan opsi untuk migrasi karena BPJS akan menerapkan Klas Rawat Inap Standard ( KRIS ),” imbuhnya.
Menurutnya, co-paymentjuga berfungsi sebagai premi tambahan manakala terjadi klaim saja. Untuk itu, Ia menekankan pentingnya edukasi kepada nasabah agar mereka paham bahwa skema co-paymentmerupakan bentuk pembagian risiko guna menjaga keberlanjutan layanan asuransi.
“Untuk menjaga sustainabilityasuransi dalam memberi pelayanan kepada nasabah. Karena premi bersifat biaya tetap (fix cost) sedangkan co-paymentbersifat variable costyakni hanya saat terjadi klaim saja,” imbuh Irvan.
Baca Juga: Asuransi Tak Lagi Full Cover, Masyarakat Tanggung 10% Biaya
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Budi Tampubolon mengatakan bahwa skema co-paymentuntuk produk asuransi kesehatan akan membuat tarif premi lebih terjangkau bagi masyarakat.
Budi menilai bahwa skema co-paymentdiperlukan untuk menahan laju kenaikan premi. Tanpa skema ini, lonjakan biaya kesehatan akan membuat premi terus naik dan menjadi beban tambahan yang tidak terjangkau oleh banyak pihak.
“Kalau kita percaya bahwa apa yang terjadi belakangan ini memberatkan masyarakat, klaim naik. Klaim naik itu pasti memberatkan kami. Tapi at the end of the day, akan memberatkan masyarakat ketika harus membayar klaim ini,” tegas Budi.
下一篇:Alamak! Megawati Digugat Rp40 Miliar oleh Mantan Anak Buahnya
相关文章:
- Menkomdigi Meutya Hafid akan Panggil Pihak World Coin Minggu Depan
- Moeldoko Dikecam Efek TWK KPK Tak Dilarikan ke Presiden: Nggak Paham Isu Pemberantasan Korupsi
- Namanya Juga BuzzeRp Tentu Saja Kerjanya Tidaklah Gratis
- Prabowo Diundang Hadiri Acara Hari Revolusi Prancis Pada 14 Juli 2025
- Isu Reshuffle Sri Mulyani Kembali Mencuat, Maruarar: Siapa pun Harus Siap
- Riwayat Sakit Enembe Diungkap Dokter Pribadi: Diabetes Hingga Jantung
- 241 Tenaga Kesehatan Belum Terima Insentif Pandemi Covid
- Ditanya Soal Nasib 75 Pegawai KPK yang Gagal di TWK, Begini Jawaban Firli
- Formula E Jakarta Disebut Nggak Sukses, Respons Ahmad Sahroni Ini Dijamin Bikin Giring PSI Mingkem
- Ditanya Soal Nasib 75 Pegawai KPK yang Gagal di TWK, Begini Jawaban Firli
相关推荐:
- KPK Ungkap Dugaan Pertemuan Pihak LPEI dengan Direksi PT Petro Energy Sebelum Beri Kredit
- Alasan Kepolisian Gandeng Apsifor Ungkap Kasus Pembunuhan Berantai Bekasi
- Janji Akan Bongkar Kasus Korupsi Munjul, Firli Kembali Tebar Ancaman
- Komisi I DPR Dukung Presiden Prabowo Buka Hubungan Diplomatik dengan Israel, Asalkan 3 Syarat Ini
- Jubir PSI & Jakpro Saling Saut soal Atap Tribun Formula E, Anak Buahnya Giring Takut Roboh Lagi
- Bursa Saham Eropa Stabil, Pasar Tunggu Hasil Perundingan Dagang China
- PKB Gelar Ijtima Ulama Nusantara, Bahas Kepemimpinan 2024, Wapres dan Mahfud MD Diundang
- Janji Akan Bongkar Kasus Korupsi Munjul, Firli Kembali Tebar Ancaman
- APTI dan IBC Harapkan Cukai Tembakau yang Stabil, Desak Moratorium Tiga Tahun Kenaikan CHT
- Dibuka Hari ini, Simak Link dan Cara Lapor Diri PPG Guru Tertentu 2025 Lengkap Berkas Persyaratan
- Antisipasi Penjarahan, Polri Sebar Personel Jaga Rumah Korban Kebakaran Depo Plumpang
- Wagub DKI Berharap Anak Ridwan Kamil Segera Ditemukan
- Korupsi Pertamina, Kejagung Geledah Rumah Riza Chalid: Sita Uang Rp833 Juta dan 89 Bundel Dokumen!
- Pengelola Guardian dan IKEA (HERO) Mau Jual Aset Senilai Rp121,38 Miliar, Ini Tujuannya
- KPMH Minta Komisi Yudisial Tindak 6 Hakim yang Dilaporkan, Sudah 3 Minggu Tak Ada Tindakan
- Ditanya Soal Nasib 75 Pegawai KPK yang Gagal di TWK, Begini Jawaban Firli
- Pemerintah Tetapkan Idul Adha 2025 Jatuh pada 6 Juni, Ini Penjelasan Menag!
- Ditanya Soal Nasib 75 Pegawai KPK yang Gagal di TWK, Begini Jawaban Firli
- Ini Alasan
- Tinggal Menghitung Hari, Formula E Jakarta Disebut Tanda Kebangkitan Indonesia!