Rupiah Menguat Tipis di Tengah Tekanan Eksternal dan Polemik Data Kemiskinan
Nilai tukar rupiah ditutup menguat tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (11/6/2025), di tengah pelemahan indeks dolar dan sorotan pasar terhadap dinamika kebijakan tarif perdagangan AS serta perbedaan metodologi pengukuran kemiskinan antara Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Berdasarkan data pasar, rupiah menguat 16 poin ke level Rp16.258 per dolar AS, setelah sempat terapresiasi hingga 25 poin pada sesi sebelumnya. Meski demikian, analis memperkirakan pergerakan rupiah pada Kamis (12/6/2025) akan tetap fluktuatif dalam rentang Rp16.250 hingga Rp16.300 per dolar AS.
Pelemahan dolar AS dipicu oleh keputusan pengadilan banding di AS yang membatalkan putusan sebelumnya terkait blokade tarif, sehingga tarif era pemerintahan Donald Trump kembali diberlakukan. Putusan ini memperkuat sinyal berlanjutnya kebijakan proteksionisme dagang AS, meskipun Washington dan Beijing telah menyatakan mencapai kerangka kerja untuk meredakan ketegangan perdagangan.
Baca Juga: Dolar AS Loyo, Rupiah Tipis Naik! Trump Digoyang Tarif, Pasar Cemas Data Ketenagakerjaan
Namun, pelaku pasar masih menanti rincian lebih lanjut dari kerangka kerja tersebut, yang disebut-sebut mencakup isu ekspor tanah jarang dan pembatasan ekspor chip yang sebelumnya menjadi sumber ketegangan antara kedua negara.
Sementara itu, pelaku pasar juga mencermati data inflasi konsumen (CPI) AS yang akan dirilis hari ini. Inflasi Mei diperkirakan tetap tinggi akibat tekanan harga dari tarif impor dan gangguan rantai pasok global. Kondisi ini berpotensi memperkuat sikap The Federal Reserve untuk menahan suku bunga tetap tinggi dalam waktu lebih lama.
Dari sisi domestik, isu kemiskinan menjadi sorotan setelah rilis data perbandingan antara standar Bank Dunia dan BPS. Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam menafsirkan angka kemiskinan berdasarkan standar global.
“Bank Dunia menggunakan pendekatan purchasing power parity (PPP), sedangkan BPS mengukur kemiskinan berdasarkan kebutuhan dasar yang lebih mencerminkan pola konsumsi masyarakat Indonesia,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Rabu (11/6/2025).
Baca Juga: Rupiah Terkoreksi, Pasar Ragukan Efektivitas Stimulus Ekonomi
Ia menekankan bahwa standar global tidak bisa langsung diterapkan tanpa mempertimbangkan konteks lokal. Berdasarkan data BPS per September 2024, tingkat kemiskinan nasional sebesar 8,57 persen atau sekitar 24 juta jiwa. Namun, dengan standar kemiskinan menengah atas Bank Dunia sebesar US$6,85 PPP per hari (PPP 2017), sekitar 60,3 persen penduduk Indonesia masuk kategori miskin—bahkan bisa lebih tinggi jika menggunakan PPP 2021 yang merevisi batas menjadi US$8,30.
“Perbedaan ini bisa menimbulkan persepsi keliru jika tidak dikomunikasikan secara tepat,” ujarnya.
Ia menilai bahwa meskipun rupiah menunjukkan sentimen positif jangka pendek, tekanan dari eksternal masih tinggi, terutama dari arah kebijakan The Fed dan perkembangan hubungan dagang AS-Tiongkok.
下一篇:KPK Siap Eksekusi Anak Buah Mantan Mensos Juliari Batubara Ke Penjara
相关文章:
- Anies Lagi Anies Terus... 'Senggolan' PSI ke Anies Baswedan: Banyak yang Tidak Berhasil!
- Archied Nakhodai Intiland, Kawasan Industri Jadi Amunisi
- Saat Zulhas Bandingkan Putusan MK Saat Prabowo Dua Kali Kalah Pilpres
- Usai Aluminium dan Baja, Trump Kini Bakal Terapkan Aturan Tarif Baru untuk Tembaga
- Akui Kesalahan, Lucky Hakim Minta Maaf Setelah Liburan ke Jepang Tanpa Izin
- Emiten Milik Crazy Rich Hermanto Tanoko Gelontorkan Capex Rp500 M untuk Bangun Pabrik
- Tak Akan Buru
- Makin Panas! Saham Global Rontok Usai China Balas Dendam atas Kebijakan Tarif Trump
- KPU Umumkan Penetapan Verifikasi Faktual Prima pada April 2023
- Dermaga TNI AL Tawiri Jadi Basis Strategis di Timur RI, Dongkrak Ekonomi Ambon
相关推荐:
- Peneliti Australia Ungkap Mutasi Virus COVID
- China Buka Pintu Negosiasi Soal Tarif dengan Trump, Ini Syaratnya!
- Wamenperin Akui Penjualan Mobil Drop, 'Kondisi Global'
- Pengemasan dan Kolaborasi Penting untuk Tingkatkan Potensi Ekraf Seni Pertunjukan
- Hari Ini AG Pacar Mario Dandy Jalani Sidang Tuntutan Kasus Penganiayaan David Ozora
- Santoso Sebut ASN Ditjen Pajak yang Pertontonkan Kekayaan Harus Didisiplinkan
- Perempuan Berperan Strategis dalam Pengembangan Ekonomi Digital dan Industri Kreatif
- Apa Saja Pantangan yang Tidak Boleh Dilakukan pada Bulan Suro?
- Jubir PSI & Jakpro Saling Saut soal Atap Tribun Formula E, Anak Buahnya Giring Takut Roboh Lagi
- Bayi Meninggal Usai Vaksin, Kemenkes Sebut Imunisasi Ganda Aman
- Menurut Pengamat, Ini Hukuman yang Menanti Polisi Pembanting Pendemo
- JIS itu Bukan Ide Orisinal Anies, yang Bilang Tokoh Berpengaruh ini...
- Toyota Meluncurkan SUV Hasil Kawin Silang BYD?
- Wamendag Ungkap Sikap RI Hadapi Tantangan Perdagangan Global
- Sirkuit Formula E di Ancol Ditarget Selesai Pada April 2022
- Meski Hubungan Retak, Trump Masih Sayang Jaringan Starlink Elon Musk di Gedung Putih
- Percepat Digitalisasi Industri, Siemens Gandeng PLN Hingga Kemenperin
- Minta KONI DKI Godok Atlet Unggulan Jakarta, Ketua DPRD: Monopoli Kejuaraan Tingkat Daerah!
- Belum Lama Didirikan, OJK Sebut Bank Emas Sukses Cetak Transaksi hingga Triliunan
- Mitra Angkasa (BAUT) Setop Operasional Cabang di Jatim, Kenapa?